Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai tiga sungai besar, yaitu
Sungai Progo, Sungai Opak, dan Sungai Oyo. Ke tiga sungai tersebut telah
mengalir sejak dulu, dan banyak membantu warga Yogyakarta seperti pengairan
sawah. Diketahui juga, ketiga sungai tersebut bermuara dari kaki Gunung Merapi
dan mengalir sampai pantai selatan Pulau
Jawa. Dari ketiga sungai tersebut, ada dua sungai yang bergabung menjadi satu
yaitu Sungai Progo dan Sungai Opak. Sungai Progo dialirkan menuju Sungai Opak.
Dan aliran tersebut dinamakan Selokan Mataram. Selokan Mataram mengalir di
seluruh Yogyakarta.
Tapi apakah masyarakat Yogyakarta sendiri tahu apa manfaat Selokan
Mataram bagi mereka ? Kemungkinan ada orang yang tahu apa peranan dibangunnya
Selokan Mataram. Namun, jumlahnya hanya sedikit dibanding orang yang tidak
mengetahuinnya. Malahan banyak orang yang hidup dan bertempat tinggal di dekat
Selokan Mataram, banyak yang menyalahgunakan keberadaan Selokan Mataram
tersebut. Seperti untuk mencuci, buang air besar, membuang sampah, memandikan
binatang ternak, dan lain – lain. Tentunya hal tersebut membuat Selokan Mataran
menjadi tak layak dan tak enak dipandang, tercemar, dan bau. Hal tersebutlah
yang sering terlihat ketika kita melewati Selokan Mataram, bahkan sungai –
sungai di daerah kita. Walaupun tidak semua Selokan Mataram tercemar, namun hal
tersebut telah membuat nama Selokan Mataram jadi buruk. Semua itu menunjukkan
bahwa masyarakat sekitar kurang peduli akan kebersihan Selokan Mataram.
Padahal, dibutuhkan waktu yang panjang untuk membangun selokan tersebut. Hal
ini menunjukkan bahwa nasionalisme kita masih kurang terhadap peninggalan bersejarah bangsa kita. Untuk itu, penulis
mengambil bahan Selokan Mataram dalam artikel ini.
Artikel ini ditulis agar menambah pengetahuan kita mengenai peranan
sejarah lokal daerah kita. Agar kita tahu kenapa Selokan Mataram dibangun dan
untuk apa. Dan seberapa besar perjuangan masyarakat Yogyakarta pada waktu itu.
Jika kita bayangkan, pada saat itu masyarakat berjuang keras agar dapat lepas
dari penjajah, yang pada waktun itu adalah penjajahan Jepang.
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan. Bagaimana peranan Selokan
Mataram bagi nasionalisme bangsa kita?
Selokan Mataram merupakan selokan yang dibangun pada jaman
penjajahan Jepang atas prakarsa Sri Sultan Hamenkubuwono IX. Selokan mengalir dari desa Karangtalun, Ngluwar,
Magelang sampai di Randugunting Kalasan. Pembangunan selokan ini merupakan
siasat dari Kanjeng Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk mengelabuhi tentara
Jepang agar masyarakat Yogya karta tidak di kirim keluar untuk menjadi romusha.
Dan seperti yang kita tahu bahwa romusha merupakan tenaga rakyat, rakyat yang dipaksa
bekerja keras menuruti perintah Jepang dengan upah yang sedikit dan disiksa.
Mengetahui hal tersebut, Sri Sultan Hamengkubuono IX tidak ingin rakyatnya menderita karena harus kerja paksa
dan disiksa. Maka, Sri Sultan Hamengkubuono IX memerintahkan rakyat membangun
Selokan Mataram sepanjang kurang lebih 50 km untuk menghindarkan rakyatnya dari
penderitaan penjajah Jepang. Sungguh mulia hati beliau. Beliau memang merupakan
pemimpin yang melekat di hati rakyat karena beliau sangat memperhatikan
keselamatan rakyatnya sendiri. Hal tersebut memang perlu dicontoh. Jika kita
lihat fakta sekarang, bagaimana sikap bangsa kita, terlebih masyarakat
Yogyakarta dalam menanggapi hal tersebut. Mereka tak mengetahui bagaimana asal
usul selokan itu terjadi, sehingga seenaknya saja tak merawat selokan tersebut.
Semua tindakan yang dilakukan membawa kerugian bagi selokan bukan
malah keuntungan. Jika dibandingkan dari pengorbanan masyarakat Yogyakarta
jaman dahulu dengan kesewenangan masyarakat Yogyakarta jaman sekarang, sungguh
memperlihatkan kesenjangan. Masyarakat sekarang banyak yang tidak meghargai
jasa masyarakat Yogyakarta yang merelakan tenaganya untuk membangun Selokan
Mataram. Mereka membangun demi kepentingan mereka juga kepentingan anak cucu
mereka. Nah, siapakah yang dimaksud anak cucu mereka? Anak cucu yang dimaksud
adalah pewaris Yogyakarta. Siapa? Mereka adalah kita. Kita diwarisi harta yang
sangat bermanfaat dan bernilai sejarah tinggi. Manfaat itu seperti irigasi,
lambang kemakmuran petani, tempat pemancingan, dan sarana olah raga arungjeram.
Nah, begitu bermanfaatnya Selokan Mataram bagi kita. Tapi, apa yang kita
lakukan? Mencuci di sana, membuang sampah di sana? Apa yang kita korbankan?
Belum ada. Setidaknya kita bisa membersihkan selokan seminggu sekali, atau
diadakannya kerja bakti. Hal seperti itu sulit dilaksanakan pada masyarakat
yang belum mengerti kebersihan dan belum mengerti makna Selokan Mataram.
Dari hal tersebut bisa kita katakana bahwa nasionalisme bangsa kita
rendah. Mengapa demikian? Dengan sejarah lokal saja kurang peduli apalagi
dengan sejarah kita. Dengan kurang pedulinya kita dengan sejarah lokal, anak
cucu kita juga tidak akan mengetahui sejarah. Lama – kelamaan, nasionalisme
bangsa kita akan hilang. Dan tidak akan mengetahui bagaimana proses
terbentuknya kota sendiri, dan daerah sendiri. Jika kita ingin mengetahui
sejarah, kita harus mengenal sejarah lokal terlebih dahulu kemudian sejarah
kita yang lebih luas.
Kembali ke Selokan Mataram, agar kita dapat melestarikan
peninggalan daerah kita, kita harus merawatnya dan menjaganya. Menjaga bukan
berarti harus dijaga siang – malam seperti ronda, tetapi menjaga agar tetap
bersih. Hal tersebut dapat kita lakukan dengan cara tidak membuang sampah di selokan,
tidak mandi di selokan, tidak mencuci di selokan, maupun memandikan binatang
ernak di selokan mataram. Paling tidak ketika air selokan tidak tinggi, bisa
diadakan kerja bakti bersama membersihkan sampah yang ada di selokan. Dengan
membersihkan selokan, menandakan bahwa kita menghargai jasa – jasa pahlawan
kita dalam membangun selokan, juga menghargai Sri Sultan hamengkubuono IX.
Selain itu, kebersamaan saat membersihkan selokan tersebut akan dapat
menumbuhkan rasa nasionalisme kita. Kita harus tunjukkan bahwa bangsa Indonesia
bukan bangsa yang rendah nasionalismenya, hanya dengan membersihkan selokan.
Selokan yang amat bersejarah dan merupakan pemilihan Sri Sultan Hamengkubuono
yang bijak bagi rakyatnya. Dari uraian diatas, kita mendapatkan dua contoh yang
dapat kita teladani, yaitu kerja keras masyarakat demi anak cucunya dan
kebijakan pemimpin yang memihak rakyatnya. Hal tersebut harus benar – benar
kita contoh.
DAFTAR PUSTAKA
Atmakusumah. 1982. Tahta untuk Rakyat . Jakarta : Gramedia.
Mihardja, Krishna.1995.
Di Antara Kali Progo dan Kali Opak . Yogyakarta :
Mitra Gama Widya
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar