Pages

Menu

My Blog

Senin, 28 Desember 2015

SISWA DAN MATEMATIKA


      Matematika adalah ilmu abstrak. Namun, matematika dipelajari dari hal yang konkret baru ke abstrak. Pembelajaran matematika tidak lansung menuju ke tingkat tinggi (abstrak), tetapi harus melalui berbagai proses yang tidak cepat berlangsung. Matematika dikenalkan pada anak TK, yaitu dengan mengenal angka, kemudian di SD matematika sudah mulai meningkat dengan operasi-operasi bilangan, di SMP matematika dibentuk menjadi serangkaian rumus, di SMA matematika dimodifikasi
sehingga terlihat ‘agak’ abstrak dan membutuhkan penalaran serta imajinasi yang tinggi. Sedangkan di perguruan tinggi matematika telah berubah dimensi menjadi matematika yang abstrak. Begitulah sekilas proses tentang perjalanan matematika yang bertemu dengan siswa. Namun, pada bab ini penulis akan lebih membahas tentang proses pembelajaran matematika ditingkat sekolah (SD, SMP, SMA).
      Belajar adalah suatu proses dimana seorang akan mendapatkan suatu hal yang baru. Sugihartono, dkk (2012:74) dalam bukunya yang berjudul "Psikologi Pendidikan" seperti dalam kutipan berikut  "Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya". Sedangkan pembelajaran adalah upaya pendidik dalam hal ini adalah guru, menyebabkan siswanya melakukan kegiatan belajar. Jika kita gabungkan maknanya, proses pembelajaran adalah proses yang diupayakan atau dilakukan guru agar muridnya belajar. Jadi, bila kita gabungkan dengan matematika maka pembelajaran matematika adalah upaya guru yang menyebabkan murid belajar matematika. Mari kita tengok pembelajaran matematika di sekolah.
  • Kebanyakan kita mengetahui bahwa proses pembelajaran yang sering dilakukan guru di sekolah adalah dengan metode ceramah. Metode ceramah adalah metode yang terpusat oleh guru, artinya guru lah yang mempunyai hak penuh atas semua yang ia lakukan di ruang kelas. Metode ceramah adalah metode yang sudah lama dilakukan oleh guru sehingga guru merasa inilah metode paling bagus. Metode ceramah akan berhasil bila antara guru dan murid ada saling pengertian satu sama lain, tetapi bila tidak ada pengertian satu sama lain, murid hanya bisa fokus belajar dua sampai tiga puluh menit pertama, setelah itu pkiran mereka sudang pergi mengurus urusan yang akan datang. Akibatnya banyak siswa yang mengantuk, bosan, dan malas memperhatikan apalagi kalau itu jam siang hari dan pelajaran matematika. Sudah banyak hafalan rumus, mengantuk, dan sudah tidak kondusif lagi. Maka banyak ahli mengatakan motode ceramah adalah metode tradisional yang perlu diganti dengan metode lain yang lebih efisien.
  • Guru, lebih mengutamakan siswa itu menghafal rumus dari pada memahami konsep. Jadi, ketika guru memulai suatu pembelajaran, guru langsung mendefinisikan suatu rumus tanpa terlebih dahulu murid tahu penjelasan tentang rumus tersebut. Karena sudah dibiasakan seperti itu, siswa jadi lebih memilih menghafal rumus dari pada memahami konsep yang dirasa terlalu berputar-putar dan membingungkan.
  • Proses pembelajaran matematika di sekolah dirasa perlu dengan adanya drop soal-soal latihan yang banyak.
      Begitulah kebanyakan suasana pembelajaran matematika di sekolah-sekolah. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa cara-cara tersebut memang kurang efektif. Pasalnya bila guru hanya ceramah, siswa akan cepat bosan dan mengantuk sehingga pelajaran matematika ataupun konsepnya tidak ada yang terserap. Selanjutnya, dendan pemberian rumus-rumus dan definisi, tentu siswa tidak akan langsung paham melainkan kebingungan dan cara yang dilakukan siswa adalah menghafal tanpa mengerti kegunaannya. Terakhir adalah dengan cara drop soal. Memang, dengan cara drop soal siswa akan lebih mengenal contoh-contoh soal dan pembahasan yang dipelajari. Namun, cara ini juga kurang efektif karena setelah lama siswa tidak mempelajarinya maka siswa akan lupa dan harus membuka lagi buku-buku yang berkaitan. Jadi, proses belajar yang selama ini dilakukan belum bisa menjelaskan hakekat dari proses belajar sendiri.
Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan banyak siswa yang enggan dan malas belajar matematika karena merasa matematika itu sangat sulit dan menjadi momok para siswa. Inilah yang menjadi jurang pemisah antara siswa dengan matematika. Matematika dan siswa seharusnya berada pada jarak yang dekat dan dengan hubungan yang ‘harmonis’, bukan hubungan yang menakut-nakuti seperti yang dijelaskan di atas. Banyak hal yang menyebabkan hubungan siswa dengan matematika menjadi tidak ‘harmonis’ , diantaranya adalah :
  1. Kesulitan dalam menggunakan konsep. Padahal, konsep adalah awal dari suatu proses belajar dan konsep itu pasti terhubung satu dengan yang lainnya, apabila satu konsep dasar tidak dikuasai maka kedepannya akan tercampur dengan konsep lain yang berbeda dan hal tersebut berakibat fatal.
  2. Kemudian, kesulitan dalam mengenal dan memahami symbol. Karena rumus langsung diberikan, siswa hanya hafal dan tidak tahu arti dari symbol-simbol dalam rumus tersebut. Hal tersebut juga fatal karena fungsi symbol sendir adalah sebagai alat untuk komunikasi, mencatat pengetahuan, membentuk konsep baru, membuat macam-macam penggolongan menjadi mudah untuk dipahami, memberi penjelasan, membuat mungkn kegiatan yang dipikirkan, membantu menunjukkan struktur, membuat pengerjaan rutin jadi otomatis, membangkitkan kembali informasi dan pengertian, dan kegiatan mental yang kreatif. Banyak sekali informasi yang terdapat pada symbol, sehingga bila kesulitan dalam memahaminya akan kesulitan dalam memahami semua konsep yang ada.
  3. Kurang adanya kesempatan dari guru agar siswa dapat berfikir sendiri.
      Dilihat dari kasus tersebut, disini peran guru sanagt berpengaruh dalam memperbaiki hubungan siswa dengan matematika. Sebisa mungkin guru menanamkan hal positif tentang matematika sehingga mind set menakutkan terhadap matematika itu hilang.
      Pertama, memperbaiki metode pembelajran yang digunakan. Metode ceramah memang kurang efisien, tetapi bukan berarti metode tersebut dihilangkan karena ada kalanya siswa itu mendapatkan penjelasan dari gurunya. Metode yang sekarang digencarkan adalah metode dimana muridlah yang menjadi pusat. Sehingga pembelajaran berpusat pada siswa dan peran guru di sana adalah sebagai fasilitator bagi siswanya. Sehingga dengan sendirinya siswa akan menjadi siswa yang mandiri dan kreatif karena hal tersebut berarti guru telah percaya kepada siswa dan guru memberi kesempatan siswanya untuk berfikir. Pembelajaran diusahakan dibuat semenarik mungkin  sehingga dapat memikat para siswa, jika perlu menggunakan alat peraga yang sudah dipersiapkan oleh guru sebelumnya. Mungkin serasa mustahil menyediakan alat peraga untuk pelajaran matematika karena materinya abstrak dan tidak menarik, pelajarannya sukar dipahami, dll. Semua itu tergantung kreativitas guru. Tapi, tidak ada yang tidak mungkin untuk mau berubah menjadi lebih baik lagi.
      Kedua, pemberian rumus  hendaknya diberikan setelah siswa paham dengan konsep. Hal ini bukan berarti rumus tidak boleh dihafalkan tetapi, apabila rumus dihafal setelah siswa paham betul akan konsep maka rumus tersebut akan tertanam dalam otak dan tidak akan hilang begitu saja. Hal ini, sama halnya dengan memperkenalka sesuatu dengan contoh terlebih dahulu bukan dengan definisi. Karena sudah paham dengan contoh, siswa akan tahu dengan sendirinya makna dari suatu hal yang ia pelajari tadi. Namun, penyampaian definsi juga perlu agar konsep tidak tercampur dengan konsep lain yang berbeda.
      Ketiga, drop soal bukan tidak perlu, melainkan soal yang diberikan hendaknya yang berhubungan dengan konsep dan buka soal pilihan ganda. Karena dalam soal pilihan ganda guru akan sulit meenganalisis siapa yang belum paham dan siapa yang benar-benar sudah paham. Dengan soal essay, guru akan tahu seorang siswa sudah paham atau belum karena urutan pengerjaan soal terlihat.
Itulah peran guru dan hal yang seharusnya terjadi di sekolah. Karena matematika itu sebuah aktivitas oleh karena itu siswa dituntut agar memilki rasa ingin tahu, aktif, kreatif, memilki imajnasi, intusi, kegiatan menyelesaikan masalah, dan mengkomunikasikan informasi agar hubungan siswa dan matematika bisa menjadi lebih baik dan tidak terpisah oleh jurang yang sangat dalam.

Sumber:
Agusnadi. "Kesulitan Belajar Matematika". Kompas. 25 Agustus 2013.
Musetyo, Gatot. 2005. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Unversitas Terbuka.
Skemp, Richard R. 1971. The Psychology of Learning Mathematics. Britain : PENGUIN BOOK.
Sugihartono, dkk. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar